
Nafkah yang diberikan seorang suami kepada istrinya memiliki pengaruh yang baik dalam kehidupan rumah tangga. Salah satu alasan munculnya kasus perceraian di negara kita adalah suami yang tidak memberikan nafkah kepada istri dan anaknya. Penyebab terjadinya hal ini bisa dikarenakan belum paripurna pehamanan seorang suami terhadap pentingnya menafkahi istri dan anak. Yuk kita simak beberapa literatur dari Qur’an dan hadist yang berisi tentang nafkah
- Besarnya nafkah tidak ditentukan, sesuai dengan kemampuan suami
Hal ini bisa dilihat dari Qur’an Surah Ath-Thalaq [ 65] : 7 sebagai berikut :
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ ﴿الطلاق: ٧
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya”
Maksud dari ayat ini sangat jelas bahwa memberikan nafkah tidak sampai berlebih-lebihan tetapi tidak juga pelit, kalau bisa cukup dan proporsional sesuai kebutuhan.
- Memberikan nafkah kepada keluarga adalah pahala paling besar diantara sedekah dan infaq
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ.
Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu; yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu.”
Dari Sa’id bin Abī Waqqāsh radhiyallāhu ‘anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ عَلَى أَهْلِكَ مِنْ نَفَقَةٍ فَإِنَّكَ تُؤْجَرُ فِيهَا، حَتَّى اللُّقْمَةَ تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ.
Bahwasanya Nabi Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya apa pun yang engkau nafkahkan untuk keluargamu, niscaya engkau mendapatkan pahala padanya, walaupun hanya sekadar sesuap makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu.”
Diriwayatkan oleh Abū Ya’lā dalam Musnadnya (2/81) dengan sanad yang sahih. Diriwayatkan juga oleh Ahmad (1/172).
Dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu:
أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: جُهْدُ الْمُقِلِّ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ.
Bahwasanya dia bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pemberian orang yang membutuhkan. Mulailah dari keluarga terdekatmu.”
Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad baik dari al-Miqdām bin Ma’ dikarib radhiyallāhu ‘anhu:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا أَطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا أَطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا أَطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ.
Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Makanan yang engkau makan untuk dirimu sendiri, maka itu bagimu adalah sedekah. Makanan yang engkau berikan kepada anakmu, maka itu bagimu adalah sedekah. Makanan yang engkau berikan kepada istrimu, maka itu bagimu adalah sedekah. Makanan yang engkau berikan kepada pelayanmu, maka itu bagimu adalah sedekah.”
- Mencari nafkah yang halal adalah jihad
Al-Qudhā’i meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallāhu ‘anhumā dan Abū Nu’aim dalam kitab Hilyatul Awliyā’ dengan lafaz:
طَلَبُ الْحَلاَلِ جِهَادٌ.
“Mencari nafkah yang halal adalah jihad.”
Ath-Thabrānī meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallāhu ‘anhu dengan lafaz:
طَلَبُ الْحَلاَلِ فَرِيضَةٌ.
“Mencari nafkah yang halal hukumnya wajib.”
Ad-Dailamī meriwayatkan dari Anas radhiyallāhu ‘anhu dengan lafaz:
طَلَبُ الْحَلاَلِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
“Mencari nafkah yang halal hukumnya wajib atas setiap Muslim.”
Ibnu ‘Asākir meriwayatkan dari Anas radhiyallāhu ‘anhu dengan lafaz:
مَنْ مَاتَ فِي طَلَبِ الْحَلاَلِ مَاتَ مَغْفُورًا لَهُ.
“Barang siapa yang meninggal dunia dalam mencari nafkah yang halal, maka dia meninggal dunia dalam keadaan diampuni.”
Dari Ibnu Umar radhiyallāhu ‘anhumā:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَعُولُ.
Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Cukuplah dosa bagi seseorang untuk menyia-nyiakan orang yang seharusnya dia beri makan.”
Ada sebuah cerita tentang Ibnu Mas’ud yang memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu:
Bahwasanya Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam suatu hari di waktu Subuh menemui kaum wanita di masjid. Beliau berdiri di hadapan mereka dan bersabda, “Wahai kaum wanita, belum pernah aku melihat orang-orang yang kurang akal dan agamanya lebih bisa menarik hati orang-orang yang sempurna akalnya daripada golongan kalian. Sesungguhnya aku telah melihat bahwa kalian adalah mayoritas penghuni neraka di hari kiamat kelak. Oleh karena itu, dekatkanlah diri kalian kepada Allah semampu kalian.”
Di antara wanita-wanita tersebut terdapat istri Ibnu Mas’ud. Dia pun pulang menemui Ibnu Mas’ud dan menceritakan kepadanya apa yang dia dengar dari Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam. Setelah itu dia mengambil perhiasannya. Ibnu Mas’ud bertanya, “Ke mana hendak kau bawa perhiasan itu?” Dia menjawab, “Aku akan mendekatkan diri dengannya kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Aduhai, mari sini, bersedekahlah kepadaku dan kepada anakku, karena sesungguhnya kamilah tempat sedekah itu.” Dia…
menjawab, “Tidak, sampai aku pergi menghadap Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam.” Maka dia pun pergi meminta izin untuk menghadap Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam.
Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, ini ada Zainab. Dia datang minta izin untuk menghadap kepadamu.” Beliau bertanya, “Zainab yang mana?” Mereka menjawab, “Istri Ibnu Mas’ud.” Beliau bersabda, “Izinkanlah dia masuk.” Zainab masuk dan menghadap Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendengar perkataanmu, maka aku pulang menemui Ibnu Mas’ud dan aku ceritakan hal itu kepadanya. Kemudian aku mengambil perhiasanku untuk aku jadikan sarana mendekatkan diri kepada Allah dan kepadamu dengan harapan agar Allah tidak menjadikanku salah satu penghuni neraka. Tetapi Ibnu Mas’ud berkata kepadaku ‘Sedekahkanlah kepadaku dan kepada anakku, karena sesungguhnya kamilah tempat sedekah itu.’ Aku pun menjawab, ‘Tidak, sampai aku meminta izin kepada Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam.'” Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Sedekahkanlah kepadanya dan kepada anak-anaknya, karena sesungguhnya merekalah tempat sedekah itu.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahīhnya (4/106), dan sanadnya sahih.
Dalam riwayat lain disebutkan: “Ibnu Mas’ud berkata benar. Suamimu dan anakmu lebih berhak untuk mendapatkan sedekah darimu.”
Dalam riwayat yang lain disebutkan: “Benar, dia mendapatkan dua pahala; pahala kekerabatan dan pahala sedekah.”