
Oleh: Rayhana Radhwa (Ibu Rumah Tangga, tinggal di Kota Bekasi)
Kronis sudah peliknya problem tawuran di Bekasi. Misan (52), warga Bekasi petugas sekuriti dikalungi celurit oleh dua remaja yang hendak tawuran di Kampung Caman, Jakasampurna, Kota Bekasi. Dua remaja itu kesal lantaran gagal tawuran. Pelaku juga merusak Pos Ronda RW hingga kacanya pecah. Sebagian rumah warga rusak terkena lemparan batu para pelaku (viva.co.id, 8/11/24).
Beberapa minggu lalu Bekasi dihebohkan dengan ditemukannya tujuh jenazah di Kali Bekasi. Ketujuhnya merupakan remaja yang terlibat tawuran yang lompat ke kali saat mengetahui ada razia polisi. Dalam keterangan berikutnya, polisi menyebut adanya kandungan alkohol dalam tubuh jenazah.
Generasi makin hari makin bikin ortu gigit jari. Memang wajar kalau kelakuan anak muda berbeda dengan jaman emaknya. Tapi kan nggak gitu juga. Sampai bermain nyawa.
Berani boleh saja tapi bukan boleh kebablasan. Anak muda boleh suka tantangan tapi tetap harus ada tuntunan, pedoman dan aturan. Disinilah agama paling banyak berperan. Agama mengajarkan bagaimana heroisme sejati.
Sayangnya agama saat ini hanya diletakkan pada ujung sajadah yang tergeletak di surau. Tak lagi dijunjung dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Diabaikan dan dikesampingkan oleh tujuan hidup baru yaitu mencari eksistensi di dunia. Beginilah ajaran sekuleristik yang parahnya diadopsi remaja kita hari ini.
Remaja yang terjangkit sekulerisme menganggap eksistensi dunia lebih utama dari eksistensi di akhirat. Hal ini tercermin dalam perilaku yang diukur bukan dari pahala dan dosa namun dihargai teman atau tidak. Eksistensi grup pertemanan bagai hidup dan mati. Teman kesenggol dikit langsung nyolot dan angkat bendera permusuhan.
Remaja dengan gejala sekulerisme tentu harus ditangani sebaik mungkin karena mereka benih peradaban masa depan kita. Menanamkan pondasi jati diri adalah yang utama. Artinya sistem pendidikan harus ambil peran vital. Pendidikan yang paling sukses dalam Islam adalah pendidikan yang mampu membentuk jati diri manusia sebagai hamba Allah. Jati diri ini mengantarkan murid pada kemampuan menimbang perbuatan mana yang berbuah pahala dan perbuatan mana yang berbuah dosa.
Sistem pendidikan Islam akan mengarahkan kegiatan pertemanan pada yang positif. Adrenalin dan heroisme yang biasanya muncul dan menjadi candu saat tawuran harus digiring pada aktivitas yang lebih bermakna.
Tantangan pemicu adrenalin bisa diperoleh dengan aktivitas olahraga. Kegiatan ini menyehatkan badan baik raga maupun mental. Islam sendiri lebih menyukai muslim yang sehat daripada yang sakit.
Heroisme dalam Islam tersalurkan dalam jihad. Berkorban nyawa mencintai mati yang sesuai syariat untuk meninggikan kalimat Allah. Permusuhan ditujukan pada pihak yang tepat. Israel sebagai pembantai warga Palestina misalnya.
Islam tidak memungkiri adanya peluang terjadinya tawuran meski sudah diupayakan kegiatan preventif untuk remaja. Maka celah ini harus ditutup dengan tegasnya hukuman bagi pelaku tawuran. Dalam Islam barangsiapa yang melukai orang lain maka dia terkena hukum jinayat dengan membayar diyat yang jumlahnya sangat mahal.
Sebagai contoh, penganiayaan hingga membuat gigi tanggal harus membayar 5 ekor unta. Hilangnua salah satu jari diyatnya 10 ekor unta. Cacatnya salah satu anggota tubuh yang berpasangan dihukum diyat 50 ekor unta. Sedangkan anggota tubuh tunggal misalnya terpotongnya lidah diyat penuh 100 ekor unta. Perhitungan dengan unta ini bisa dikonversi harganya.
Bisa kita bayangkan hukuman berat tersebut sangat sulit ditanggung remaja belia. Pasti mereka akan berpikir panjang bila berniat tawuran atau pengeroyokan. Di sinilah gambaran sistem sanksi dalam Islam yang tegas itu bukan berarti sadis tapi merupakan sebuah bentuk penjagaan.
Sesungguhnya kepada Allah semua insan akan kembali. Turut berduka atas meninggalnya 7 remaja di Kali Bekasi. Semoga setiap insan bisa mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Utamanya pemimpin sebagai pengayom, setiap jiwa rakyat akan minta pertanggungjawaban.