
Oleh : Yova Meiliza
Dalam hadits dari Tamim Ad Dariy radhiallahu’anhu, Rasulullah Saw bersabda:
“Agama adalah nasehat”. Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?”. Beliau menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan umat muslim seluruhnya” (HR. Muslim, no. 55)
Agama Islam adalah agama nasihat. Semua landasan dalam agama Islam adalah nasihat. Dan seorang Muslim diperintahkan untuk saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Nasihat bertujuan untuk memberikan masukan yang baik dan dengannya tercipta hubungan silaturahmi dan persaudaraan yang kuat. Nasihat juga merupakan bentuk kepedulian dan kasih sayang seorang Muslim terhadap Muslim lainnya. Sehingga seseorang akan terhindar dan selamat dari perbuatan yang tidak baik dan merugikan.
Salah satu perkara yang termasuk dalam amar ma’ruf nahi mungkar adalah saling menasihati. Maksudnya adalah menasihati bisa mengajak seseorang untuk melakukan sesuatu yang mengandung kebaikan atau maslahat, baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain. Dan menasihati juga mampu mencegah orang lain dari perbuatan yang mengandung keburukan atau mudharat. Nasihat yang baik datang dari hati yang baik, sehingga nasihatnya tersampaikan dan menggerakkan hati orang lain untuk bertaubat dan kembali kepada jalan Allah SWT.
Namun ada beberapa adab yang harus diperhatikan dalam memberikan nasihat. Pertama, menasihati dengan niat yang ikhlas karena mengharap ridho Allah SWT, bukan karena ingin dipuji atau merasa lebih hebat. Suatu amal kebaikan tidak akan diterima jika tidak disertai dengan niat yang ikhlas. Kedua, harus benar dan sesuai dengan tuntunan agama. Tidak menasihati untuk melakukan kemaksiatan dan tidak memaksakan bila tidak mampu mengingkari kemungkaran dengan tangan sendiri. Ketiga, menasihati dengan lembut,beradab, santun, kata-kata yang baik walaupun yang meminta nasihat berada di posisi yang salah sehingga tidak merasa sedang memojokkannya.
Keempat, menasihati secara rahasia agar tujuan nasihat tercapai. Tidak di depan orang banyak yang bisa membuat orang yang dinasihati malu. Karena siapa yang menutupi aib atau cela orang lain, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Kelima, tabayyun atau cek dahulu kebenaran beritanya sebelum memberi nasihat. Jangan memberikan nasihat kepada seseorang berdasarkan kabar yang tidak jelas dan simpang siur. Keenam, jangan memaksa agar nasihat diterima. Karena seorang Muslim hanya berkewajban menyampaikan kebenaran, bukan memerintahkan untuk mengerjakannya. Ketujuh, mencari waktu yang tepat agar nasihat bisa diterima. Tidak disaat orang yang meminta nasihat sedang dalam kondisi marah, sedih atau emosi apapun yang bisa menghalanginya menerima masukan.
Allah SWT berfirman :
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِا لْحِكْمَةِ وَا لْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَا دِلْهُمْ بِا لَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِا لْمُهْتَدِيْنَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
(QS. An-Nahl 16 : 125)
Bijaksanalah dalam menasihati. Jangan tergesa-gesa dan memaksa orang lain untuk menerima nasihat kita. Menasihati karena didorong oleh rasa cinta kebaikan untuk saudara muslim lainnya, dan benci keburukan yang akan menimpanya. Berilah nasihat dengan memposisikan diri kita yang masih sama-sama belajar, insyaAllah nasihat yang kita berikan akan lebih efektif. Dengan memberi nasihat, maka sesungguhnya kita sedang memberikan hak saudara seiman untuk dinasehati. Maka jangan pernah bosan memberi nasehat dan peringatan kepada saudara kita. Wallahu A’lam