
Apabila kita memperhatikan isi Al-Qur’an dan Al-Hadist, maka terdapatlah beberapa suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi orang yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan bertanya, melihat atau mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadits Nabi Muhammad saw :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya :
“ Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam “.
(HR. Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)
Dari hadits ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemaslahatan dan jalan kemanfaatan, menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segara pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dendgan ‘aqaid dan ibadat, baik yang yang berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup. Nabi Muhammad saw bersabda :
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ
Artinya :
“ Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya, dan barang siapa yang ingin ( selamat dan berbahagia ) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula, dan barang siapa yang menginginkan kedua-duanya wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula ”.
( H.R Bukhari dan Muslim )
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk menuntun kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik, dan agar tiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diridhoi Allah swt.
Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu yang menghasilkan natijah , yakni ilmu yang diamalkan sesuai dengan perintah-perintah syara’.
Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu ada kalanya wajib’ain dan adakalanya wajib kifayah.
Ilmu yang wajb ‘ain dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu diketahui untuk meluruskan ‘aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin, dan yang perlu diketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang di fardhukan atasnya, seperti sholat, puasa, zakat dan haji. Disamping itu perlu dipelajari ilmu akhlak untuk mengetahui adab sopan-santun yang perlu kita laksanakan dan tingkah laku yang harus kita tinggalkan. Disamping itu harus pula mengetahui kepandaian dan keterampilan yang menjadi tonggak hidupnya.
Adapun pekerjaan yang tidak dikerjakan sehari-hari maka diwajibkan mempelajarinya kalau dikehendaki akan melaksanakannya, seperti seseorang yang hendak melaksanakan pernikahan seperti syarat-syarat dan rukun-rukunnya dan segala yang diharamkan dan dihalalkan dalam menggauli istrinya.
Sedang ilmu yang wajib kifayah hukum mempelajarinya ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap misalnya ilmu tafsir, ilmu hadits dan sebagainya.
MENUNTUT ILMU SEBAGAI IBADAH
Dilihat dari segi ibadah, sungguh menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan pahalanya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw :
لِاَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ اٰيَةً مِنْ كِتَابِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سَنَةٍ
Artinya :
“ Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kaki di waktu pagi ( maupun petang ), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah ( Al-Qur’an ), maka pahalanya lebih baik daripada ibadah satu tahun “.
Dalam hadits lain dinyatakan :
مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَتّٰى يَرْجِعَ
Artinya :
“ Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah ( orang yang menegakkan agama Allah ) hingga sampai ia pulang Kembali “
( HR. Turmudzi )
Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi ibadah ? Karena amal ibadah yang tidak dilandasi ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya. Syaikh Ibnu Ruslan dalam hal ini menyatakan :
وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ اَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لَا تُقْبَلُ
Artinya :
“ Siapa saja yang beramal ( melaksanakan amal ibadah ) tanpa ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima “
DERAJAT ORANG YANG BERILMU
Jika ditinjau dari segi orang yang memiliki ilmu dengan yang tidak, maka sungguh jauh sekali perbedaannya, baik nilainya maupun derajatnya, sebagaimana firman Allah swt :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Artinya :
“ Katakanlah hai Muhammad! Adakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu ? Sesungguhnya yang dapat menyadari itu hanyalah orang yang mempunyai fikiran “
( QS Az-Zumar Ayat 9 )
Di dalam ayat lain Allah berfirman :
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
Artinya :
“ Allah meninggikan segala orang yang beriman dan segala orang yang diberikan ilmu dengan beberapa derajat “.
( QS Al-Mujaadalah Ayat 11 )
Ayat-ayat tersebut menggambarkan betapa tinggi nilai dan derajat orang yang berilmu itu. Dengan ilmu manusia akan memperoleh segala kebaikan , dan dengan ilmu manusia akan memperoleh kedudukan derajat yang mulia. Walaupun pada suatu Ketika pandangan manusia terhadap ilmu atau pemilik ilmu menjadi kabur, karena kerasnya pengaruh benda-benda atau yang lain-lain, tetapi kita yakin, nanti pada suatu Ketika , manakala bahaya yang ditimbulkan oleh benda-benda atau lainnya telah muncul banyak maka orang akan Kembali lagi mencari ilmu untuk pengobatannya.
HUKUM MENGAJARKAN ILMU
Kalau kita telah mempelajari dan memiliki ilmu-ilmu itu, apakah kewajiban kita yang harus ditunaikan ?. Kewajiban yang harus ditunaikan adalah mengamalkan segala ilmu itu, sehingga menjadi ilmu yang manfaat bagi diri kita sendiri dan manfaat bagi orang lain.
Agar manfaat bagi orang lain maka hendaklah ilmu-ilmu itu kita ajarkan kepada mereka. Mengajarkan ilmu ialah : “ Memberi penerangan kepada mereka dengan uraian lisan, atau dengan melaksanakan sesuatu amal di hadapan mereka atau dengan jalan Menyusun dan mengarang buku-buku untuk dapat diambil manfaatnya.
Mengajarkan ilmu kecuali memang diperintah oleh agama, sungguh tidak disangkal lagi, bahwa mengajar adalah suatu pekerjaan yang seutama-utamanya. Nabi diutus ke dunia inipun dengan tugas mengajar, sebagaimana sabdanya :
إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا
Artinya :
“ Aku diutus ini, untuk menjadi pengajar “.
( HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Sekiranya Allah tidak membangkitkan Rasul untuk menjadi guru manusia, guru dunia, tentulah manusia tinggal dalam kebodohan sepanjang masa.
Walaupun akal dan otak manusia mungkin menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan, namun masih ada juga hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, yaitu hal-hal yang di luar akal manusia. Untuk itulah Rasul Allah dibangkitkan di dunia ini.
Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pengetahuan kepada manusia /Masyarakat secara luas, agar mereka tidak dalam kebodohan dan kegelapan, maka diperlukan kesadarannya bagi para mu’allim, pada guru dan para ‘ulama untuk beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagi para guru dan ‘ulama yang menyembunyikan ilmunya, mendapat ancaman, sebagaimana sabda nabi Muhammad saw :
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمً فَكَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
Artinya :
“ Barangsiapa ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian menyembunyikan ( tidak mau memberikan jawabannya ), maka Allah akan mengekangkan ( mulutnya ) kelak di hari kiamat dengan kekangan ( kendali ) dari api neraka “
(HR Ahmad )
Marilah kita tuntut ilmu pengetahuan, sesempat mungkin dengan tidak ada hentinya tanpa absen ke liang kubur, dengan Ikhlas dan tekad mengamalkan dan menyumbangkannya kepada masyarakat, agar kita semua dapat mengenyam hasil dan buahnya .