Kemiskinan Dan Permainan Standard ala Kapitalisme Menurut Islam Mewujudkan Kesejahteraan

by | Sep 14, 2025 | Gaya Hidup

Oleh : Anah Nurjanah (Aktivis Muslimah Bekasi)

Kemiskinan Di Pedesaan Turun Tapi Di Perkotaan Naik

Badan pusat statistic (BPS) mencatat presentasi penduduk miskin pada Maret 2025 menurun 0,10% dibulan September 2024 menjadi 8,47%. Jumlah penduduk miskin berkurang 210.000 orang pada periode sama mencapai 23,85 juta orang. Meski secara keseluruhan jumlah penduduk miskin menurun BPS  menyebut penduduk miskin di kota justru bertambah sekitar 220.000 orang. Hasil survei pada September 2024 menunjukkan presentasi jumlah penduduk miskin di pedesaan sekitar 11,34% pada Maret 2025 jumlahnya turun menjadi 11,03%.

Di perkotaan jumlah penduduk miskin pada September 2024 berada di angka 6,66% hasil survei terbaru angkanya naik menjadi 6,73% artinya ada kenaikan sekitar 0,07%. Dibanding September 2024 jumlah penduduk miskin Maret 2025 perkotaan meningkat sebanyak 220.000 orang dari 11,05 juta orang pada September 2024 menjadi 11, 27 juta orang pada Maret 2025.

Penyebab Kemiskinan Di Perkotaan Meningkat

Deputi bidang statistik sosial BPS Ateng Hartono mengungkap kenaikan itu dipengaruhi oleh jumlah pengangguran dan kenaikan harga pangan yang mempengaruhi daya beli. di sisi lain jika angka kemiskinan benar-benar menurun diduga karena didorong oleh program-program bantuan sosial pemerintah mulai dari bantuan subsidi upah bsu program keluarga harapan PKH dan sebagainya.

Direktur eksekutif care Indonesia Muhammad Faisal sepakat kalau bantuan sosial atau bansos diberikan pemerintah membantu penurunan jumlah penduduk miskin namun menurut dia cara itu bukan ” strategi pengentasan kemiskinan yang cukup baik karena membuat ketergantungan, yang dibutuhkan untuk pengentasan kemiskinan yang sebenarnya itu adalah dengan menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang miskin yang bisa mengangkat pendapatan mereka dan mengangkat mereka dari kemiskinan secara permanen atau secara berkelanjutan. Bukan mengandalkan pada program-program bansos walaupun program-program bansos yang sudah dilontarkan itu secara statistik bisa mengurangi orang miskin.” ujar Faisal.

Standar Garis Kemiskinan BPS Dan Bank Dunia Berbeda

Badan pusat statistik BPS mengatakan Bank dunia menghitung anggaran kemiskinan Indonesia berdasarkan median garis kemiskinan 37 negara, berpendapatan menengah atas bukan berdasarkan dasar penduduk indonesia secara spesifik. Untuk mengukur kemiskinan di Indonesia BPS memakai pendekatan kebutuhan dasar atau out of basic net yang terdiri dari dua komponen makanan dan non makanan.

Komponen makanan didasarkan pada standar konsumsi minimal 2100 kilo kalori per orang per hari, yang mencangkup berbagai komoditas seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng dan sayur, termasuk rokok kretek . Sedangkan komponen non makanan terdiri dari kebutuhan minuman untuk tempat tinggal pendidikan kesehatan pakaian dan transportasi.

Pengamat ekonomi  dari Bright Institute Muhammad Andri perdana sependapat dia menilai angka pengeluaran di bawah  Rp. 595.242 perkapita per bulan atau  Rp. 20.000 per hari sangat “miris “ bila dijadikan patokan jenis kemiskinan saat ini, sebab meskipun kenyataannya ada yang masih bisa bertahan hidup dengan nominal sebesar itu di pedesaan, tapi kemungkinan besar mereka akan mengandalkan bantuan orang lain atau akhirnya terjerat hutang,  jadi kalau sekedar survei saja orang Indonesia itu sangat mungkin bisa survei apalagi orang Indonesia tidak berekspektasi banyak terhadap negara ” jadi mereka tidak akan mati meskipun dengan tingkat pengeluaran sedikitpun.” ujarnya.

Penurunan Data Kemiskinan Diidentikkan Dengan Keberhasilan

Para ekonom Ester Faisal dan Eko Listianto sepakat menyebut kemiskinan sebagai komoditas yang ” seksi “ bagi para aktor politik. Tak heran jika angka kemiskinan sering dijadikan rujukan untuk menilai kesuksesan kepemimpinan dan pembangunan baik di tingkat nasional maupun di daerah.

Eko Listianto menambahkan karena mudah ” dipolitisasikan “ itulah angka kemiskinan tidak pernah lepas dari perdebatan dan selalu menjadi hal sensitif , kapitalisme gagal mensejahterakan.

Sistem kapitalisme lebih peduli pada citra ekonomi ketimbang realitas penderitaan rakyat kesalahannya terletak pada upaya menilai kemiskinan berdasarkan angka di atas kertas bukan berdasarkan realitas, karena acuannya berupa angka di atas kertas hasilnya menjadi subjektif tergantung pihak yang membuat standar dan target yang ingin diraih.

Akar kemiskinan ekstrem bukan pada definisinya tapi pada sistem ekonomi kapitalisme yang menciptakan jurang kaya dan miskin kekayaan menumpuk di segelintir elit,  sementara akses terhadap pendidikan kesehatan dan pekerjaan yang layak semakin mahal dan sulit.

Alih mengurus kesejahteraan rakyat negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai pengelola angka dan fasilitator pasar bebas. Pemerintah kapitalistik yang populis akan konsen untuk menoleh Citra rezim dengan menggunakan statistik, termasuk kemiskinan. Angka kemiskinan yang tinggi akan buruk bagi keberlangsungan rezim dan ekstabilitasnya pada pemilu berikutnya, oleh karenanya angka kemiskinan harus ditekan, sehingga citra pemerintah menjadi positif bahkan bisa dibanggakan menjadi sebuah prestasi.

Solusi yang ditawarkan tak pernah menyentuh akar masalah, sistem ekonomi kapitalis yang cacat dan menindas, seperti penyaluran bansos lebih berupa lips service. Pemerintah tidak peduli apakah pemberian bansos benar-benar efektif mengentaskan kemiskinan atau tidak, yang penting angka kemiskinan menurun, setelah pembagian bansos masalahnya dianggap selesai. Kesejahteraan palsu sekali lagi ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme lebih peduli pada citra ekonomi daripada realitas penderitaan rakyat.

Jika memang pemerintah serius mengentaskan kemiskinan cukup dengan turun ke lapangan dan melihat realitas lalu mengurus orang-orang yang tampak jelas-jelas miskin dan masalahnya akan selesai. Namun ternyata terjadi berkali-kali dilakukan hanya sebatas survei ekonomi dengan hasil yang tetap dan angka yang tidak sesuai dengan realitas.

Dengan demikian agar masalah kemiskinan bukan terletak pada garis kemiskinan ikut BPS, Bank dunia atau yang lainnya, bahkan bukan masalah berupa garis kemiskinan ya akan tetapi akan masalahnya adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang telah  memiskinkan masyarakat secara struktural.

Dengan kondisi rakyat yang terjerat kemiskinan struktural negara dalam sistem kapitalisme tidak mengurusi kesehatan rakyat tetapi hanya berperan sebagai pengelola angka dan fasilitator pasar bebas, padahal sebenarnya kondisi rakyat mengenaskan

Karakter pemerintah dalam kapitalisme tidak berperan sebagai ro’in pengurus rakyat tetapi hanya sekedar regulator yang berpihak pada para kapitalis, satu-satunya solusi atas kemiskinan structural yang disebabkan kapitalisme adalah meninggalkan sistem ekonomi ini dan menerapkan sistem ekonomi Islam.

Kesejahteraan Dalam Negara Khilafah

Dalam sistem kapitalisme negara bertanggung jawab penuh atas kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, papan, Pendidikan, kesehatan dan keamanan tanpa syarat pasar.

Sistem ekonomi Islam dibangun di atas tiga asas penting :

1. kepemilikan ( milkiyah )

2. Pengelolaan dan pemanfaatan kepemilikan ( tashar’ruf milkiyah)

3. Distribusi kekayaan kepada masyarakat yang hidup dalam naungan negara Islam (Fauzi Al Anwal bayan An-nas) .

Mekanisme pelaksanaan negara Khilafah dalam mengentaskan kemiskinan adalah sebagai berikut :

1. Khilafah mengelola harta milik umum seperti hutan, tambang, laut, sungai, danau dan lain-lain sebagai wakil dan kaum muslim. Pengelolaan harta milik umum ini tidak boleh diserahkan pada swasta, lokal maupun asing. Prinsip pengelolaan kekayaan alam adalah untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk dikomersilkan. Negara mengalokasikan hasil pengelolaan harta milik umum untuk kesejahteraan rakyat berupa layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, BBM listrik dan lain-lain secara murah bahkan gratis. Dengan demikian rakyat tidak perlu mengeluarkan dana besar untuk memperoleh layanan publik, ini tentu meminimalkan pengeluaran rakyat, sehingga harta individu rakyat bisa digunakan untuk kebutuhan lainnya.

2. Khilafah memiliki data rinci tentang rakyat sehingga terpetakan siapa saja yang kaya dan yang miskin, siapa saja yang sudah memiliki pekerjaan dan yang belum. Data ini menjadi dasar kebijakan pengentasan kemiskinan bagi rakyat. Khilafah akan memberdayakan struktur dari tingkat pusat wilayah ( provinsi ) imamah (kabupaten kota) kecamatan hingga desa untuk memperoleh data ini. Data kemiskinan tersebut real tidak berdasarkan prinsip asal bapak senang (ABS), Karena orientasinya untuk riayah (pengurusan rakyat), bukan untuk pencitraan. Data ini akan terus diperbaharui sehingga negara responsif terhadap kondisi terbesar dan meminimalkan terjadinya kebijakan yang salah sasaran.

3. Negara membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan mendorong setiap laki-laki dewasa yang sehat untuk bekerja sehingga tidak ada yang menganggur. Hal ini ditempuh dengan melakukan industrialisasi dalam skala luas penambahan modal dan keterampilan untuk usaha, pemberian tanah mati untuk dihidupkan, pemberian subsidi bagi petani dan lain-lain. Jika ada lelaki dewasa sehat yang malas bekerja negara akan memaksanya untuk bekerja.

4. Negara memberikan bantuan kepada fakir dan miskin hingga terbebas dari ke Fakiran dan kemiskinan, khilafah tidak mengukur kemiskinan dari angka seperti Bank dunia BPS dan lainnya tetapi dari terpenuhi tidaknya kebutuhan pokok setiap individu secara layak, setiap fakir dan miskin akan diurusi oleh negara.

Syekh Abdul qodim zallum menjelaskan fakir adalah orang-orang yang tidak memperoleh uang untuk dapat mencukupi pemenuhan kehidupan pokoknya, seperti makan pakaian tempat tinggal. Siapa saja yang kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya maka ia dianggap fakir. Sedangkan miskin adalah orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa. Fakir dan miskin mendapatkan harta zakat untuk mengentaskan diri mereka dari kemiskinan. Hal ini sebagai firman Allah subhanahu Wa ta’ala :

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir orang-orang miskin para amil zakat orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf) untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang  untuk di jalan dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan yang (memerlukan pertolongan) sebagai kewajiban dari Allah Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana” ( Qs.9:60 )

Jika dari kas zakat tidak ada dana, negara memberi harta pada fakir dan miskin dari sumber pemasukan lainnya di Baitulmal. Jika itu pun tidak ada dana, negara akan memungut pajak temporer (dhan’bah) dari laki-laki muslim yang kaya untuk memenuhi kebutuhan orang fakir dan miskin. Jika situasi dikhawatirkan menimbulkan bencana atau malapetaka, negara harus meminjam uang (tanpa riba) dari rakyat untuk memenuhi kebutuhan tersebut lalu membayarnya dengan dana dhoribah yang sudah terkumpul. (Syekh Taqiudin An-nabani muqaddimah Al dustur pasal 152).

5. Khalifah dan jajarannya (wali, Amir dan lain-lain) akan melakukan patroli untuk mengawasi jika masih ada orang yang farkir dan miskin,  jika masih ditemukan fakir miskin khalifah akan memberi solusi untuk mengentaskannya dari kemiskinan.

Mekanisme pengentasan kemiskinan ini terus dilakukan hingga tiap-tiap rakyat terpenuhi kebutuhan dasarnya. Ini sebagaimana kondisi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari khalifah Bani Umayyah yang tidak ada seorangpun yang berhak menerima zakat. Ini berarti tidak ada fakir dan miskin. Sejarah peradaban Islam ini membuktikan bahwa khalifah mampu mensejahterakan rakyat secara hakikat.

Wallahu alam bi showab.

Artikel Lainnya

Dec 15 2024

Tawuran Makin Menjadi, Remaja Krisis  Jati Diri

Oleh: Rayhana Radhwa (Ibu Rumah Tangga, tinggal di Kota Bekasi) Kronis sudah peliknya problem tawuran di Bekasi. Misan (52), warga Bekasi...
Jun 25 2024

Modal Dasar Menjadi Orang Tua

Pertanyaan dalam judul di atas sangat menggelitik dan membuat saya bercermin untuk menjawab pertanyaan itu. Siap nggak ya saya menjadi...
Oct 28 2024

Kota Kaya Bukan Pangkal Sejahtera

Oleh: Rayhana Radhwa (Ibu Rumah Tangga tinggal di Kota Bekasi) Masyarakat Kota Bekasi menerima kabar gembira Kota Patriot didapuk dengan...
Oct 04 2025

Kecacingan Berulang Lagi, Penguasa Tak Bebenah Diri?

Oleh: Rayhana Radhwa (Pemerhati Ibu dan Anak) Kalau kita mendengar kata cacing tentu yang terbersit adalah tanah. Namun, kini saat kita...
Feb 06 2025

Kriminalitas Anak Meningkat, UU SPPA Tidak Berhasil

Oleh : Kartini Rosmalah D.K. (Dosen Ilmu Komunikasi) Kasus kriminalitas anak kini menjadi perhatian serius. Menurut data Direktorat...
Nov 14 2025

Perempuan, Berdaya atau Terpedaya?

Oleh : Ayin Harlis (Aktivis Muslimah Bekasi) Pelantikan dan pengukuhan pengurus DPD Alisa Khadijah ICMI Kota Bekasi periode 2025–2030...
Sep 05 2025

One Piece dan Suara Ketidakadilan

Oleh : Kartini Rosmalah (Dosen Ilmu Komunikasi) Tak terasa sudah 80 tahun Indonesia merdeka. Kibaran bendera berjejer di barisan rumah dan...
Jul 15 2025

Ada Allah Dalam Setiap Urusan

Oleh : Yova Meiliza (Aktivis Muslimah Bekasi) Pernah gak sih, suatu hari kita melakukan rutinitas harian tapi kok rasanya hampa? Seperti...
Sep 30 2024

Kelahiran Fatimah

Para sejarawan berselisih paham dan tidak sepakat tentang kelahiran putri bungsu Rasulullah SAW, yakni Fatimah al-Zahra. Sebagian...
Feb 10 2025

Taat = Nggak Dapat Cobaan??

Oleh : Yova Meiliza “Ya Allah, aku sudah berusaha taat, solat tepat waktu, gak berprasangka buruk, bersikap baik tapi kenapa ujian-Mu...
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments