
Oleh : Ayin Harlis
Lambang garuda dengan latar hitam ramai diunggah di media sosial di bulan Februari. Lembaga pemantau media sosial, Drone Emprit, menemukan gambar garuda hitam ini awal mulanya diunggah di X sejak tanggal 3 Februari 2025 malam, tepat dua hari setelah pemberlakukan pembatasan distribusi elpiji 3 kg oleh pengecer. Garuda latar hitam dengan tagar #IndonesiaGelap ini mengiringi aksi demo yang dimotori oleh mahasiswa di berbagai daerah menyampaikan beberapa tuntutan kepada pemerintah tanggal 17 Februari 2025 di Jakarta dan 10 kota lainnya. Beberapa isu yang disuarakan lewat aksi dan tagar ini adalah soal kisruh elpiji 3 kg, reformasi Polri, program Makan Siang Bergizi (MBG), pemangkasan anggaran program kesejahteraan rakyat, penghentian kebijakan tanpa riset, pembayaran tunjangan kinerja dosen, masalah pendidikan, kesehatan, serta lapangan pekerjaan.
Lambang garuda sebelumnya juga pernah viral pada tahun 2024 dengan latar biru dengan tajuk “Peringatan Darurat”. Kedua momen viralnya lambang garuda itu mencerminkan kekhawatiran berbagai kalangan, terutama pemuda terhadap kondisi tanah air. Adinda Tenriangke Muchtar, Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), menyebutkan aksi Indonesia Gelap ini sebagai bentuk idealisme mahasiswa dan anak muda yang kreatif. Menurutnya, semakin banyaknya platform daring media sosial memudahkan gerakan aktivisme mahasiswa dalam membangun jaringan strategis dan organisasi. Jaringan mahasiswa yang kritis juga tersebar tidak hanya di Jakarta atau di Pulau Jawa.
Inilah yang disebut dengan netizenship. Warga negara yang aktif di dunia digital punya kepedulian yang tinggi terhadap isu-isu kebijakan publik. Mereka mengoptimalkan kreativitas, pendekatan-pendekatan yang inovatif, juga networking, dan memanfaatkan sosial media untuk menyuarakan keresahan (tirto.id, 17/2/2025). Netizenship lewat media sosial memungkinkan ruang maya menjadi lebih dari sarana informasi juga sebagai gerakan sosial berbasis daring. Studi yang dimuat dalam Journal of Communication Studies (2022) menyingkap bahwa interaksi di media sosial bisa berpengaruh terhadap perubahan kebijakan.
Peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Gulfino Guevarrato berpendapat gerakan-gerakan aksi mahasiswa yang dilakukan kini tidak bisa setengah-setengah lagi, tidak cukup dilakukan hanya seremonial dalam bentuk aksi turun ke jalan.
Pemuda Melawan Kezaliman
Kondisi perlawanan hari ini mirip dengan fenomena gerakan Reformasi pada tahun 1998 yang berhasil menggulingkan rezim Orde Baru. Ternyata rezim baru yang berkuasa pada orde Reformasi tidak lebih baik dari Orde Baru. Kesejahteraan yang diimpikan tidak kunjung terwujud, bahkan korupsi makin merajalela, hanya berubah bentuk saja.
Kini, baru 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, banyak kebijakannya yang beraroma kezaliman. Rakyat berturut-turut dikejutkan dengan kebijakan menyesakkan. Berawal dari rencana kenaikan PPN, kelangkaan LPG melon, polemik MBG, efisiensi anggaran yang banyak mengebiri layanan publik, kabinet gemoy, putusan ringan kasus korupsi timah, gurita korupsi Jiwasraya, pendirian Danantara, ormas dan kampus tarik tambang, kasus lagu “Bayar bayar bayar” band Sukatani, yang terbaru persekongkolan korupsi pertamax dan masih banyak lagi kebijakan yang membuat miris.
Lantas, ke mana arah idealisme gerakan mahasiswa Indonesia? Pilihannya ganti kebijakan, ganti rezim, atau ganti sistem? Pergantian kebijakan dan rezim sudah berulang kali dilakukan. Namun, sistem kehidupan yang melingkupinya tetap sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Yang ada hanya tambal sulam kebijakan, menghentikan gejolak masyarakat sementara tapi tidak menyelesaikan masalah mendasar. Korupsi bak perlombaan klasemen liga sepakbola, kemiskinan merajalela, utang negara menggunung, pekerjaan makin sulit, politik balas budi dagang sapi, politisi miskin empati, kualitas generasi bikin cemas, dan institusi keluarga makin rapuh. Buruknya kondisi dalam negeri hampir bisa dikatakan tak tertolong. Masyarakat makin putus asa seolah-olah tidak ada harapan lagi. Tagar #KaburAjaDulu banyak didukung dan didiskusikan oleh generasi muda.
Fenomena kezaliman penguasa tak hanya terjadi di Indonesia, namun di berbagai belahan dunia terutama negeri-negeri muslim. Pergerakan masyarakat saat Arab Spring mampu menggulingkan lima penguasa Arab, yaitu Zine El Abidine Ben Ali (Tunisia), Hosni Mubarak (Mesir), Muammar Khadafi (Libya), Ali Abdullah Saleh (Yaman), dan Mohammed Morsi (Mesir). Sayang, Arab Spring kandas di tengah jalan. Sebagaimana di Indonesia, meski penguasa berganti, kesejahteraan masih jauh dari kenyataan. Diktator lama hanya diganti dengan diktator baru. Dominasi asing (AS dkk.) juga masih kukuh di negeri-negeri muslim tersebut.
Perubahan tentu tidak akan terwujud selama demokrasi masih menjadi motor pendorong aksi mahasiswa. Demokrasi hanyalah kepura-puraan kedaulatan di tangan “rakyat”, realitanya kedaulatan di tangan para penguasa dan pemilik modal yang mengatasnamakan rakyat untuk mengatur negara sesuai kepentingan mereka, bukan untuk kemaslahatan rakyat. Jika masih berjuang dengan demokrasi, gerakan mahasiswa akan selalu gagal terjerembab di “lubang” yang sama, yaitu korporatokrasi, yang berganti hanya aktornya.
Fakta-fakta di atas semakin membuktikan bahwa pergantian rezim tidaklah cukup jika tidak dibarengi dengan pergantian sistem. Rakyat butuh bukan hanya perubahan kebijakan dan rezim, tetapi perubahan sistemis mendasar dari kapitalisme yang merusak menuju sistem Islam yang diberkahi.
Pemuda Pelopor Kebangkitan Islam
Sebenarnya, dengan ramainya gelombang aksi protes terhadap kebijakan pemerintah secara kritis oleh mahasiswa, kita bisa berharap masa depan negeri ini. Generasi muda yang direpresentasikan oleh mahasiswa berpeluang besar memimpin gerbong perubahan. Merekalah yang dikaruniai keistimewaan berupa kekuatan di antara dua kelemahan, yaitu kelemahan anak-anak dan kelemahan masa tua (QS Ar-Rum [30]: 54). Kekuatan ini jika digunakan untuk kemuliaan Islam dan kaum muslim akan bisa mewujudkan kemenangan berupa tegaknya Islam di muka bumi. Insyaallah.
Namun satu hal yang perlu diluruskan bahwa aksi bergerak untuk perubahan harus diarahkan untuk mengembalikan kehidupan sekuler ini pada risalah Islam. Aksi protes dilaksanakan dalam rangka mengoreksi penguasa atas semangat amar makruf nahi mungkar dan menyuarakan solusi Islam. Hanya dengan penerapan sistem Islamlah yang meniscayakan masa depan peradaban gemilang bukan gelap maupun suram.
Agar seruan protes tak sekedar seremonial namun juga kritis menawarkan solusi kebijakan yang membawa masyarakat lebih baik, para pemuda hendaknya mendalamkan pemahaman detail solusi Islam bagi problematika umat. Para pemuda hendaknya mengkaji tsaqafah Islam dengan mendalam, serius, dan kontinyu. Penting juga untuk selalu menyaring penyusupan ide non-Islam dalam gerakan mahasiswa, seperti komunisme, sosialisme, marxisme, leninisme, dan ide kiri lainnya. Ideologi ini jelas bertentangan dengan Islam dan secara historis pernah membuat makar tragis dan menelan korban jiwa. Dengan bekal pemahaman Islam ideologis yang kukuh akan menjaga para pemuda agar tetap di jalan lurus metode perubahan yang Rasulullah saw. contohkan, yaitu bersifat pemikiran, politis, dan nonkekerasan. Untuk itu, pemuda seharusnya bergabung bersama kelompok dakwah ideologis agar dapat mengawal perubahan sesuai contoh Rasulullah.
Mahasiswa harus berperan sebagai lokomotif perubahan di tengah umat Islam. Sudah sunatullahnya di setiap zaman akan ada para pemuda yang menjadi pelopor perubahan. Allah SWT berfirman
نَّحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِٱلْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا۟ بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَٰهُمْ هُدًى
Artinya: Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk (AL Kahfi 13).
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas dengan menyatakan bahwa mayoritas yang menyambut baik seruan Allah dan Rasul-Nya adalah dari kalangan kaum muda. Sebagian besar kalangan tua tetap berpegang teguh pada agama lamanya dan tidak ada yang beriman dari kalangan mereka kecuali sedikit.
Dalam sejarah Islam pemuda juga mengambil posisi penting selama periode dakwah Rasulullah. Rasulullah saw. mengabarkan sendiri bahwa pengikut beliau banyak berasal dari kalangan pemuda, “Aku wasiatkan kepada kalian, ‘Perlakukanlah para pemuda dengan baik, sesungguhnya mereka tulus dan mudah disentuh (perasaannya), sesungguhnya Allah telah mengutusku dengan ketulusan dan kemudahan, (lihatlah) mereka yang mau berkumpul denganku adalah para pemuda, sedangkan orang-orang tua menentangku.’” (Imam Asy-Sya’rani, Tanbihul Mughtarrin).
Walhasil, di tengah ramainya tagar #IndonesiaGelap saat ini akibat penerapan kapitalisme, para pemuda hendaknya membawakan suluh risalah Islam guna menerangi jalan masyarakat meraih perubahan. Penerapan Islam kafah dalam negara Khilafah adalah solusi hakiki bagi Indonesia dan dunia seluruhnya.
Wallahualam bissawab.