
Oleh : Yova Meiliza
Bersyukur itu mudah tapi tidak semua orang bisa melakukannya. Lihatlah, kita punya motor yang bisa membawa kita pergi kemana-mana. Tapi ketika melihat orang lain yang memiliki motor keluaran baru, kita jadi menginginkannya juga. Apakah karena sudah biasa, jadi motor kita tidak berharga lagi?
Bersyukur itu bisa dirasakan pada hal-hal yang kecil dan sepele. Tapi tidak semua orang bisa melihatnya. Kumpul bersama keluarga, makan bersama walau dengan sajian yang sederhana merupakan nikmat yang luar biasa yang dulu dinanti-nanti. Tapi kini rasa itu hilang diganti kejenuhan. Diganti dengan keinginan makan bersama di restauran atau kafe-kafe viral seperti di media sosial yang banyak dilakukan orang-orang kekinian.
Mengapa sekarang begitu susah untuk bersyukur pada hal-hal yang sederhana? Apakah ini akibat karena kita terlalu sering mendongak ke “atas” sehingga standar hidup kita pun berubah mengikuti materi? Padahal Allah SWT sudah mengingatkan dalam al- Qur’an :
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim : 7)
Allah SWT akan menambah nikmat-Nya bagi orang-orang yang bersyukur. Sebaliknya Allah akan menimpakan azab-Nya pada orang-orang yang mengingkari nikmat-Nya dan tidak mau bersyukur. Bahkan kesehatan yang kita miliki saat ini merupakan nikmat yang tak terhingga yang baru akan dirasakan ketika kita sakit. Jadi, sudahkah kita bersyukur hari ini?