
Oleh : Najdah Nashita Alfajr (Aktivis Dakwah)
Premanisme merupakan fenomena sosial yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ia muncul dalam berbagai bentuk: pemalakan, kekerasan jalanan, intimidasi terhadap warga, dan penguasaan wilayah secara ilegal. Premanisme tidak hanya merugikan masyarakat dari sisi ekonomi, tetapi juga menciptakan iklim ketakutan, mengancam stabilitas sosial, dan mengikis kewibawaan hukum.
SEJARAH SINGKAT PREMANISME DI INDONESIA
Premanisme di Indonesia memiliki akar sejarah yang cukup panjang dan kompleks. Istilah “preman” sendiri berasal dari bahasa Belanda vrijman, yang berarti “orang bebas”. Pada masa kolonial, istilah ini digunakan untuk menyebut orang pribumi yang tidak terikat kerja secara formal kepada pemerintah Hindia Belanda, namun sering dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu, termasuk pengamanan atau tekanan terhadap masyarakat lokal. Pada masa penjajahan, terutama di era VOC dan Hindia Belanda, kelompok-kelompok lokal yang memiliki kekuatan fisik dan pengaruh sering digunakan oleh penguasa kolonial untuk menjaga stabilitas wilayah, mengintimidasi lawan politik, hingga menagih pajak. Dalam konteks inilah cikal bakal “preman” mulai terlihat: mereka bukan bagian dari sistem resmi, tapi digunakan untuk kepentingan kekuasaan.
Masa Kemerdekaan dan Orde Lama
Setelah Indonesia merdeka pada 1945, situasi sosial dan politik yang belum stabil membuat banyak bekas pejuang dan laskar rakyat kehilangan peran. Sebagian dari mereka membentuk kelompok-kelompok informal bersenjata yang kemudian beralih fungsi menjadi kelompok penguasa jalanan. Mereka sering dianggap sebagai pahlawan lokal, namun lambat laun mulai menunjukkan praktik pemalakan, penguasaan wilayah, dan tindak kekerasan.
Orde Baru: Institusionalisasi Premanisme
Pada masa Orde Baru (1966–1998), premanisme justru berkembang dengan cara yang lebih terselubung dan terstruktur. Beberapa kelompok preman dimanfaatkan oleh rezim untuk meredam aksi-aksi mahasiswa, serikat buruh, dan aktivis politik. Preman dijadikan alat kekuasaan informal untuk melakukan intimidasi dan kekerasan tanpa perlu melibatkan aparat resmi secara langsung.
Pada era ini pula banyak muncul organisasi massa (ormas) yang bermuatan kekuatan jalanan. Mereka sering diberi ruang untuk beroperasi asal tetap setia pada kekuasaan. Inilah masa ketika premanisme mulai melebur dengan dunia politik dan bisnis, menjadikannya lebih sulit diberantas karena memiliki “payung” kekuasaan.
Reformasi dan Era Modern
Setelah reformasi 1998, dengan terbukanya ruang demokrasi dan kebebasan sipil, praktik premanisme tidak serta merta hilang. Justru, dalam kekosongan kekuasaan yang sempat terjadi, banyak kelompok preman lama bereinkarnasi dalam bentuk organisasi masyarakat, kelompok pengamanan, hingga jaringan informal yang menguasai wilayah tertentu.
Kini, premanisme tidak hanya tampil dalam bentuk fisik kekerasan, tetapi juga melalui pengaruh ekonomi dan politik. Mereka bisa menjadi backing usaha ilegal, memonopoli proyek-proyek lokal, hingga terlibat dalam sengketa lahan dan konflik horizontal di berbagai daerah, ia bisa terselubung di balik seragam, di balik organisasi, bahkan di balik institusi. Ia bisa menyamar sebagai kekuasaan,menjanjikan perlindungan, padahal yang terjadi adalah pembiaran terhadap ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuatan.
DEFINISI DAN AKAR PERMASALAHAN PREMANISME
Secara umum, premanisme dapat didefinisikan sebagai aktivitas kekuasaan liar oleh individu atau kelompok tertentu yang menggunakan kekuatan fisik atau pengaruh untuk memperoleh keuntungan, biasanya dengan cara-cara yang melanggar hukum.
Akar premanisme, menurut banyak pengamat, bersumber dari:
- Ketimpangan ekonomi dan kemiskinan
- Lemahnya penegakan hukum
- Ketiadaan sistem sanksi yang menjerakan
- Kekosongan kekuasaan atau lemahnya otoritas negara
- Budaya permisif terhadap kekerasan dan penyimpangan
DAMPAK NYATA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
Premanisme bukan hanya mengancam individu, tetapi merusak tatanan kehidupan sosial secara menyeluruh. Ia menciptakan iklim ketakutan yang menghambat pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor UMKM dan ekonomi rakyat. Premanisme menciptakan biaya-biaya sosial yang tidak terlihat: kehilangan peluang usaha, rusaknya mental generasi muda, meningkatnya angka kriminalitas, hingga retaknya kepercayaan rakyat kepada negara.
Dalam jangka panjang, jika dibiarkan, premanisme akan menjadi bagian dari sistem yang tak kasat mata namun berpengaruh besar. Ia akan menjadi budaya kekuasaan yang mengakar, melahirkan generasi baru yang meyakini bahwa kekuatan fisik lebih penting daripada kejujuran dan integritas. Ini adalah ancaman nyata bagi masa depan bangsa.
Masyarakat kita, khususnya mereka yang berada di kelas bawah dan menengah, adalah korban paling nyata dari maraknya premanisme. Pedagang kecil dipaksa membayar “uang keamanan”, sopir angkot diintimidasi jika tak patuh pada aturan kelompok tertentu, warga yang mempertahankan lahannya diusir oleh sekelompok orang tak dikenal yang kerap bertindak semena-mena tanpa sanksi tegas. Mereka semua terpaksa diam, menunduk, dan menahan marah karena takut menjadi sasaran berikutnya.
Sungguh menyayat hati ketika rakyat kecil yang ingin hidup dengan tenang justru menjadi bulan-bulanan mereka yang merasa kebal hukum. Premanisme bukan sekadar tentang pemalakan atau kekerasan fisik. Ia adalah bentuk nyata dari penindasan struktural—di mana masyarakat tidak hanya kehilangan haknya atas rasa aman, tapi juga kehilangan kepercayaan terhadap sistem keadilan.
PREMANISME DALAM PANDANGAN ISLAM
Dalam Islam, segala bentuk kezaliman, penindasan, perampasan hak, dan kekerasan terhadap sesama manusia adalah dosa besar. Pelaku premanisme, dalam perspektif syariah, termasuk dalam pelaku baghy (pemberontakan) atau hirabah (perampokan bersenjata), tergantung pada tingkat kejahatannya.
Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا جَزَٰٓؤُا۟ ٱلَّذِينَ يُحَارِبُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَسْعَوْنَ فِى ٱلْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوٓا۟ أَوْ يُصَلَّبُوٓا۟ أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَـٰفٍ أَوْ يُنفَوْا۟ مِنَ ٱلْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْىٌۭ فِى ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ٣٣
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi adalah mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang, atau dibuang dari negeri itu…”
(QS. Al-Ma’idah: 33)
SOLUSI
Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani dalam berbagai karya pentingnya seperti Nizham al-‘Uqubat, Nizham al-Islam, dan Ad-Daulah al-Islamiyah, menekankan bahwa solusi terhadap kerusakan sosial, termasuk premanisme, hanya bisa tuntas melalui penerapan sistem Islam secara kafah (menyeluruh) di bawah institusi Khilafah. Berikut poin-poin penting solusinya:
Penegakan Sistem Sanksi Islam (Nizham al-‘Uqubat)
Syaikh An-Nabhani menyusun sistem sanksi berdasarkan syariah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ sahabat, dan qiyas. Premanisme yang melibatkan perampokan, kekerasan, pemalakan, dan intimidasi dijatuhi hukum:
- Hirabah: Jika dilakukan secara terang-terangan dan mengancam nyawa, maka pelaku bisa dijatuhi hukuman mati, disalib, dipotong tangan dan kaki, atau diasingkan, sebagaimana disebut dalam Al-Ma’idah: 33.
- Ta’zir: Jika tidak sampai mengancam nyawa, maka Khalifah atau Qadhi memiliki wewenang menetapkan hukuman yang menjerakan, seperti penjara, cambuk, pengasingan, atau denda berat.
Hukum ini tidak bersifat simbolik, melainkan dijalankan secara adil dan konsisten, tanpa pandang bulu, dalam sistem pemerintahan yang menerapkan hukum Allah secara total.
Peran Negara Sebagai Pelindung Umat (Raa’in)
Menurut Syaikh An-Nabhani, negara Islam (Khilafah) adalah pihak yang bertanggung jawab penuh dalam menjaga keamanan publik. Khalifah wajib menyediakan aparat keamanan (polisi) yang profesional, bertakwa, dan tunduk pada hukum syariah, bukan tunduk pada kepentingan penguasa atau elit tertentu.
Negara harus menjamin:
- Keamanan di jalanan, pasar, dan pemukiman
- Penegakan hukum secara cepat dan adil
- Perlindungan terhadap rakyat dari semua bentuk ancaman
Premanisme dalam sistem Islam tidak memiliki ruang tumbuh karena tidak ada kekosongan kekuasaan dan hukum ditegakkan tanpa kompromi.
Keadilan Ekonomi untuk Mencegah Kriminalitas
Syaikh An-Nabhani sangat menekankan pentingnya keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Sistem ekonomi Islam yang dibangun dalam Khilafah menjamin:
- Distribusi kekayaan yang adil
- Pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu (sandang, pangan, papan)
- Lapangan kerja yang memadai
- Larangan sistem ribawi dan monopoli kapitalis
Premanisme banyak tumbuh dari kemiskinan dan keterpurukan ekonomi. Dalam sistem Islam, negara tidak membiarkan individu hidup tanpa jaminan sandang-pangan. Negara bertanggung jawab mengatasi kemiskinan dan pengangguran dengan pendekatan syar’i.
Pendidikan dan Pembinaan Akidah
Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani juga menegaskan bahwa perbaikan akidah dan pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah) adalah pilar utama mencegah kejahatan sosial. Sistem pendidikan Islam yang benar akan melahirkan generasi yang takut kepada Allah, bukan takut kepada hukum buatan manusia semata.
Premanisme adalah buah dari degradasi iman dan nilai moral. Maka, perbaikan harus dimulai dari pembinaan rohani dan intelektual melalui sistem pendidikan Islam yang benar.
PENUTUP
Premanisme adalah bentuk kerusakan sosial yang tidak hanya membahayakan keamanan masyarakat, tetapi juga mencederai nilai keadilan dan kemanusiaan. Islam, melalui pandangan dan solusi yang ditawarkan oleh Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani, memberikan pendekatan komprehensif yang menyentuh akar permasalahan secara sistemik.
Solusi Islam atas premanisme mencakup:
- Penegakan hukum pidana Islam (hudud dan ta’zir)
- Sistem pemerintahan Khilafah yang adil dan kuat
- Keadilan ekonomi yang menjamin kehidupan layak
- Pembinaan akidah dan pendidikan Islam
REKOMENDASI
Umat Islam dan para pemimpin harus menyadari bahwa solusi tuntas terhadap problem sosial seperti premanisme tidak bisa dilakukan dengan pendekatan parsial atau sekuler. Diperlukan perubahan mendasar menuju penerapan syariah Islam secara menyeluruh dalam bingkai institusi Khilafah, sebagaimana yang diperjuangkan oleh Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani, para ulama dan pejuang lainnya.
Referensi:
- An-Nabhani, Taqiyyuddin. Nizham al-‘Uqubat.
- An-Nabhani, Taqiyyuddin. Ad-Daulah al-Islamiyah.
- Al-Qur’an al-Karim.
- Hadits-hadits Shahih.